marxisme

Thursday, July 13, 2006

INDONESIA revolutionary critic

THIS THESIS HAD BEEN REJECTED BY INDOMARXIS-YAHOOGROUPS

Melihat perkembangan gerakan gerakan sosialis dan progresif di Indonesia yang melempem akhir akhir ini sehabis dipilihnya salah seorang jendral Militer menjadi presiden Republikborjuis Indonesia maka kami perlu mengadakan otokritik terhadap kegagalan-kegagalan gerakan kita untuk menarik simpati massa penduduk. Kriktik kami bagi dalam 6 point.

1. Berbual tiada guna; bekerja lebih penting.

Sudah cukuplah sudah jual beli maki-makian yang terjadi selama ini di forum- forum diskusi kita; memnunjukkan borok musuh memang perlu tapi obral kata-kata bertuah macam revolusi belum selesai, hancurlah kapitalisme, perjuangkan keadilan rakyat, hapus militerisme, boykot pemilu, dll tidak membuat keadaan lebih baik.

2. Sumber Daya Manusia kita sangatlah lemah dan kurang pendidikan.

Marxisme percaya kepada sains dan kecerdasan. Bagaimana mungkin bisa sukses revolusi bila didukung oleh otak-otak kelas dua atau tiga? Otak kaum muda yang terbaik sangat kita perlukan demi perjuangan revolusioner; mana ada juara Olimpiade Fisika yang menjadi anggota kita?

3. Apa maksudnya gerakan tani dan buruh?

Mau menjadikan petani-petani "low skilled" dan buruh-buruh "low skilled" ditempat mereka masing-masing, ketrampilan produksi rendah dan dibayar mahal? Revolusi Tiongkok dimenangkan sebagian partisipasi kaum buruh tani ( bukan tani kulak pemilik tanah ) yang telah transformasi jadi prajurit tempur militan meninggalkan asal mereka sebagai tukang-tukang cangkul lembek penuh klenik dan tahyul sejenis santet, gendruwo atau nenek lampir.

4.Apa maksudnya GerakanAnti Militerisme?

Dalam analisa materialisme historis militer itu bagian dari suprastruktur atau bangunan atas dari struktur kapitalis, ekses dari gaya hidup borjuis . Selama diseluruh dunia kaum borjuis memerintah maka militer pasti ada dan eksis; kalau ngga di negeri kita ya pasti di negeri tetangga yang bisa dipastikan akan menghantam kita dengan militernya sebagai aksi solidaritas antar borjuis. Sejarah menunjukkan kepahitan kekalahan komune-komune anti militer selama ini; Komune Paris 1871, soviet Bavaria 1919, republik Spanyol 1936, komite rakyat Italia 1945, komite rakyat Yunani 1947, republik Mesir 1956, tragedi Chile 1974, terakhir Sandinista EL Salvador 1985. Tidak usah mimpi ada kemenangan damai lawan borjuis kapitalis. Menurut kami militer itu tak usah dilawan; sama seperti agama-agama publik, mereka akan punah dengan sendirinya seperti dinosaurus. "Change the climate and foodchain, it would kills the dinosaurs." Ubahlah iklim dan rantai makanan mereka, maka dinosaurus raksasa akan punah dengan sendirinya.

5. Tidak ada program yang jelas dan radikal dari gerakan-gerakan di Indonesia.

Gerakan Golput tidak akan mengubah apa-apa. Gerakan pro subsidi dan rasionalisasi BUMN itu ketinggalan jaman. Gerakan Koperasi Hatta saja sudah rusak bin amburadul. Apa maksudnya dengan gerakan pro subsidi? Berbagi uang rampokan dari perusahan-perusahan tambang asing untuk dikonsumsi rame-rame? Memberi orang-orang malas di Indonesia hasil keringat buruh produktif Tiongkok atau Vietnam? Maksudnya apa buruh kita mau hidup konsumsi leha-leha hasil keringat buruh-buruh miskin di RRT dan Vietnam?

Sebenarnya siapa sih yang teriak-teriak stop barang murah impor dari Tiongkok atau India atau Vietnam? Apakah sebagai buruh proletar kita lebih setia kepada saudara kita yang jadi camat di kampung atau petugas sortir Bea cukai si pelabuhan daripada sesama buruh proletar miskin di Kamboja atau Tiongkok?

Solidaritas buruh itu sedunia man! Kalo buruh sedunia tidak bersatu maka beginilah jadinya, jadi orang kalah melulu.

6. Tidak ada kesadaran kelas di negeri Indonesia ini.

Fakta menunjukkan bahwa 90 % populasi negeri ini termasuk dalam kategori borjuis semi feodal tani plus massa borjuis kecil pengiringnya.Usaha mewujudkan kesadaran proletar beserta propagandanya kurang dikedepankan dan dikoordinasi.

Ada begitu banyak media yang tersedia belakangan ini tetapi sepertinya kurang dimanfaatkan untuk propaganda.

Kalo satu stasiun televisi swasta bisa memobilisasi 10 juta orang dalam sehari untuk kirim SMS memilih penyanyi jejadian bikinan televisi itu masakan gerakan kita tidak bisa bikin gebrakan serupa? Penyanyi jejadian yang ngga jelas produksinya saja bisa memukau puluhan juta orang dalam waktu singkat; masakan kita yang mengaku buruh proletar militan pejuang produktif tidak bisa melakukan aksi serupa? Coba mana ada polling SMS memilih penulis terbaik pembela rakyat?

Di dunia komputer misalnya ada LINUX dan OSM yang gratis; tapi ada berapa organisasi Progresif yang memakai full-LINUX dalam komputer-komputer mereka? Gerakan sosialis takakan berhasil bila dipimpin orang yang keinginannya terpecah-pecah.

Perang Wacana atau Perang KULTUR adalah bagian penting dan berat dari perjuangan kita. KULTUR yang lembek dan tak disiplin adalah wahana paling nyaman dari para penjajah Kapitalis yang Cerdas dan Disiplin tinggi. Sepengamatan kami, negeri kita ini adalah tempat istirahat santai para Kapitalis yang tertawa menonton orang orang primitif yang berpatut patut meniru lagak gaya mereka demi sepenggal duit recehan hadiah Tuan tuan Kapitalis. Jadi apa yang kita kaum proletar Indonesia harapkan untuk menang? Duit receh Mister Bill Gates atau Larry Allison yang bertobat jadi Marxist??

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around for distractor...:(

1 Comments:

  • At 7:30 AM, Blogger Unknown said…

    Terima kasih Bung, Saya setuju dengan keenam tesis bung.

    Saya juga ingin menambah beberapa catatan,

    Revolusi hanya bisa terjadi jika dan hanya jika kesadaran kelas sudah ada pada setiap kelas, sehingga setiap kelas pada akhirnya akan harus memutuskan untuk berpihak pada kelas yang terbawah. Pada masa Mao, keberpihakan ini harus dibeli dengan harga yang mahal, sebuah revolusi yang berdarah, inipun terjadi dalam masyarakat Cina yang homogen, yang secara matematika seharusnya lebih mudah untuk dipersatukan pemikirannya, utk inipun Mao harus bekerja keras untuk merubah filosofi 'takdir langit akan kelas' dalam masyarakat konfusianis, sampai akhirnya berhasil melakukan revolusi.

    Revolusi harus didukung oleh setiap komponen masyarakat, termasuk militer, borjuis, oportunis, siapapun dan apapun. Karena sebuah mesin akan gagal bekerja jika salah satu komponen, roda gigi, atau bautnya rusak. Dalam kasus ini membangun sebuah mesin menjadi sangat sulit, namun masyarakat bukanlah mesin, kekuatan2 politik bisa saja seolah-olah berjalan di jalur2 dan arah yang berbeda, walaupun sebenarnya menuju ke arah perubahan yang sama. Tinggal bagaimana mempengaruhinya secara politik agar tanpa sadar berjalan ke arah yang sama.

    Revolusi harus punya induk yang tak berbentuk sebelum waktunya benar-benar tiba untuk muncul ke panggung. Sejarah sudah membuktikan, dari negara kepulauan terbesar di planet Bumi ini bisa lahir sebuah organisasi massa kiri terbesar di dunia kedua setelah uni soviet. Namun bentuk adalah kelemahan, mahluk yang berbentuk dan bernama akan lebih mudah dicari dan dihancurkan, itulah yang terjadi 43 tahun lalu di negeri kita. Sebuah bentuk yang prematur karena muncul sebelum waktunya, sementara massa Islam belum benar2 paham akan ideologi ekonominya sendiri yang sebenarnya merupakan saudara tua marxist, polarisasi sudah terlanjur terjadi, dan seperti biasa, dimanfaatkan dan dikonstruksi lebih lanjut oleh penjajah dengan devide et impera.

    Namun kesalahan masa lalu juga punya alasannya sendiri. Perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia adalah salah satunya, momentum perang dunia, mulai mapannya perusahaan2 minyak dunia dan berbagai variabel sosial-budaya yang kelihatan tidak berhubungan semuanya punya andil memaksa kelahiran prematur dari organ2 revolusioner di Indonesia. Tapi kita tidak boleh mengulangi jalan masa lalu, karena masa kini adalah Zeitgeist-nya sendiri, yang berbeda, yang bernyawa dan punya pikiran sendiri.

    Inilah pekerjaan rumah kita bersama bung, untuk mensintesis semua yang terlihat dan teraba sekarang menjadi satu gerak mekanik yang padu dan kuat. Untuk itu kita harus sudah menemukan sel-sel kerja kita masing-masing dimana disana 100% kemampuan, keunggulan dan kerja keras kita bisa punya hasil 100% pada pembangunan dan persiapan revolusi.

    Tidak ada yang mudah dari kalimat tadi. Dan inilah yang mungkin tidak sempat ditulis oleh Karl Marx dalam bukunya yang tidak pernah terbit. Marxisme bukan 100% materialisme, revolusi dijalankan oleh manusia dan bukan mesin. Untuk memberikan 100%-nya manusia sudah harus mencapai 100% dalam dirinya. Manusia yang masih mondar-mandir, melewatkan gerak zaman dan mencari-cari arti kehidupan belumlah menjadi 100% dan belum bisa banyak menyumbang dalam revolusi, namun dalam jejak langkah pencariannya, tanpa sadar ia sudah membangkitkan ratusan orang lain untuk menjadi apa yang ia cari.

    Mari kita semua kembali ke sel-sel kerja kita masing-masing dan memberikan seratus persen untuk Indonesia.

    Salam perjuangan.

     

Post a Comment

<< Home